Minggu, 15 September 2013

Lingkungan baru. adaptasi baru

     Agak telat memang, tapi saya hanya ingin menulis ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang dan waktu yang cukup lama, akhirnya saya berpindah almamater. Dari warna biru dongker menjadi warna biru tua. Dari seorang siswa menjadi mahasiswa. Ya, walaupun masih tetap dalam lingkungan Jogjakarta, tetap saja lingkunganyya berbeda.
    Ada beberapa hal yang  membuat saya sedikit terkejut. Entah itu baik atau buruk. Dimulai saat TM Ospek yang ternyata dibuka dengan bacaan Al Qur'an. Subhanallah. berasa seperti di Teladan. Kemudian juga sistem pemisahan antara laki-laki dan perempuan. ya, mungkin tak seketat di Teladan, tapi Alhamdulillah lumayan. Setidaknya, saya sedikit merasa aman. Walau dalam kesempatan, saya ingin menangis. karena, terkadang masih banyak acara yang menurut saya kurang baik untuk dilakukan. Sedikit nyesek ketika ada acara yang perempuan dan laki-lakinya bercampur. aduh, banyak cobaan di sini untuk menguji ke-istiqomah-an.
    Terkadang rasanya juga ingin menangis ketika ingat bagaimana atmosfir di Teladan yang sangaaat kondusif. tapi, sama seperti teman-teman yang lain mungkin, bahwa kita juga harus bisa meninggalkan zona nyaman, menuju  suatu usaha untuk bisa survive di lingkungan yang nyata.
  Ya Allah, jaga hamba-Mu ini agar selalu ada di jalan-Mu. Jangan sampai hamba terperosok pada perbuatan yang Engkau larang. Aamiin.
   

Senin, 09 September 2013

Jangan Salahkan Waktu



Jangan Salahkan Waktu

Siang yang terik, mentari seakan menumpahkan semua amarahnya. Sejenak aku bingung, apa yang harus kulakukan sekarang? Masih ada satu jam yang harus kumanfaatkan sebelum agenda yang lain.
Ehm, mungkin sedikit memutar kembali hari ini. Bukan, bukan hari ini, karena sekarang masih setengah hari. Hanya dimulai ketika aku mengantarkan adikku ke TK. Yah, ketika kulihat anak TK, pikiranku kembali pada masa lalu. Saat masih kanak-kanak, pikiranku masih polos. Terlebih di masa itu teknologi tak secanggih sekarang. Ketika itu, pikiranku selalu mengatakan “aku pasti bisa”. Optimis kalau bahasa orang dewasa. Menyiapkan barisan sebelum masuk kelas, selalu kulakukan setiap hari. Bahkan, hingga teman-temanku yang tak kebagian giliran menyiapkan menangis dan mengadukannya pada guruku.
Namun, kini pikiran itu mulai bergeser. Dulu selalu optimis, namun sekarang terlalu banyak hal yang bisa dijadikan alasan untuk menjadi pesimis. Mungkin, aku saja yang mencari-cari hal itu. Dulu selalu berani untuk berbicara secara lantang, namun sekarang kalau disuruh bicara aktif pasti agak “tremor”. Ehm, ada pertanyaan yang muncul. Apa menjadi orang dewasa itu membawa pikiran negatif?
Flashback berlanjut saat berangkat ke kampus, ada yang harus kubawa, sebilah kayu yang menjadi pembeda kelompokku. Kubungkus kayu itu dengan kertas koran. Aku sempat berpikir, kayu ini membuatku sedikit malu. Padahal dulu ketika anak-anak, membawa beras katul (makanan bebek) sambil bersepeda onthel pun tak jadi masalah. kenapa sekarang jadi seperti ini?
Akhirnya sampai di kampus. Lagi-lagi terjadi perang batin. Aku mau sholat dhuha dulu atau nanti setelah kelas kuliah selesai? Pertama, kuputuskan kakiku melangkah ke kelas. Ternyata di sana masih dipakai oleh kelas sebelumnya. Langsung seketika itu, aku putar balik menuju musholla. Kenapa tadi harus galau? Allah yang memberimu kesempatan untuk kuliah di kampus ini. Jadi kenapa kamu harus bingung memilih? Astagfirullaah.
Selesai sholat, kulangkahkan kakiku menuju kelas. Bismillaah. Kali ini lebih baik dan lebih tertata hatiku. Dan ternyata, hari ini dosen yang mengampu sedang pergi sehingga digantikan, dan isinya adalah perkenalan. Dan aku sempat berpikir, semoga waktu ini tak terbuang sia-sia.
Lantas terdampar di taman tengah ini. Sehabis Dzuhur. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Dan akhirnya muncullah tulisan ini.
Teringat perkataan salah seoramg teman, ketika ia kutanya kenapa semua orang berubah, apa karena waktu? Ia menjawab,” Jangan salahkan waktu, karena waktu tak bersalah. Yang membuat perubahan itu baik atau buruk adalah manusia sendiri.”. Yah masalah aku menjadi penakut, pesimistis, bimbang itu adalah pilihanku sendiri. Dan semuanya tergantung pada manusia bagaiman menyikapinya. Meski terkadang, aku sempat menyesali tentang keputusan yang kupilih. Tapi, aku harus bertanggungjawab terhadap hal itu.
Life is a choice. Everyone has a chance to choose the bad one or the good one
Don’t ever blame the time for all changes. Because you are the one who change something.




@taman tengah FMIPA UNY