Kamis, 02 Agustus 2018

Sudut Pandang



Senja mulai datang menyapa bersama dengan angin semilir musim kemarau. Seiring dengan suhu udara yang mulai kian meninggi. Seolah, sedang marah karena kemarau selalu dikeluhkan ketika ia datang. Seorang gadis kecil. Berdiri di sebuah jembatan tua yang menjadi saksi, ada banyak anak muda yang menuntut ilmu demi masa depannya. Raut matanya menatap sendu langit. Yang entah kemapa hari itu berwarna putih bergerombol. Tak sama seperti biasanya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?". Seorang gadis kecil lain datang.
"Aku? Menatap langit yang sepertinya berbeda dengan biasanya."
"Tapi bukan cuma itu kan? Ada hal yang kamu pikirkan?"

Diam mulai menyapa sejenak.
"Apa kamu pernah merasa bahwa dirimu ini seperti tak ada artinya untuk orang lain?"
"Pernah. Tentu saja pernah. Merasa tak dibutuhkan, merasa selalu merepotkan orang lain, apa ya bahasanya. Seperti invisible mungkin."
" Lalu, apa yang kamu lakukan?"
"Merubah sudut pandang."
" Caranya?"
" Entah apapun yang kamu rasakan, satu fakta yang jelas dan tak terbantahkan adalah kamu manusia yang sekarang ini sedang hidup. Setiap makhluk hidup bukankah selalu ada alasannya untuk hidup? Mungkin sekarang ini kamu merasa tak berguna, merepotkan orang lain. Tapi, yakinlah, suatu saat kamu akan memberikan apa yang orang lain butuhkan. Pada saatnya, kamu yang akan menolong orang lain."
" Itu sulit bagiku untuk saat ini. Pernahkah kamu merasa ujian datang tak berhenti? Segala apa yang kamu usahakan seperti tak ada hasilnya?"
" Pernah. Tentu saja pernah. Tak mungkin aku tak pernah merasakan itu. Tapi, bagaimana kalau itu adalah hal yang baik untuk kita?"
"Maksudmu?"
" Ujian yang datang padamu menandakan kamu layak untuk diuji. Kamu punya kemampuan untuk melaluinya. Hasil yang tak seperti apa yang kamu harapkan itu berarti kamu diminta untuk lebih bersabar. Kamu diminta untuk lebih bergantung pada Sang Maha Berkehendak. Mungkin kamu bisa introspeksi diri, berapa kali dalam sehari kamu meminta agar diberikan hasil yang baik "
" Tapi, apa yang kamu lakukan jika bahkan dirimu saja tak yakin bisa melaluinya?"
" Kamu percaya takdir kan? Kamu percaya Kuasa Allaah kan? Dan apakah kamu setega itu memandang dirimu sendiri tak mampu? Lantas, ketika kamu sendiri tak yakin pada dirimu sendiri, bagaimana orang lain akan yakin terhadapmu?"
" Kamu benar. Ini sulit."
" Kamu lihat langit itu? Kita terbiasa menatap langit dari bawah. Tapi, coba rubah sudut pandang. Kita duduk di hamparan langit tebal berwarna putih. Sementara gedung-gedung yang kita lihat sekarang adalah benda yang ada di atas langit. Hidupmu mungkin memang susah, hingga kamu sendiri tak yakin. Tapi, coba rubah sudut pandangmu. Ada Allaah yang senantiasa Melihatmu. Dia tak akan membiarkanmu sendiri. Perhatikan sekitarmu ada orang-orang yang senantiasa mendukungmu. Mungkin saja kamu tak menyadarinya."

Diam. Hening. Jawaban ini seolah menusuk pada hati yang telah lama lalai.

"Boleh aku berpesan? Jika hatimu gundah, gelar sajadaahmu. Bersujudlah. Seolah-olah ini adalah sujud terakhirmu. Mengadulah pada Sang Maha Mendengar. Memintalah dengan menyebut nama-nama terbaiknya. Maka semoga kamu mendapatkan hal yang terbaik."

Langit putih itu perlahan mulai berubah. Siluet senja mulai menggatikan tempatnya. Ah, bahkan hal seperti ini lalai untuk disyukuri. Bagaimana mungkin, mengeluh untuk hal yang memang baik untuk kita?


-Hikari-
Inspired by : AEF
📷HNP

0 komentar:

Posting Komentar