Kamis, 28 Desember 2017

Tentang Kebahagiaan

Hai Purnama. Apa kabar? Masih ingat dengan pertemuan kita? Masih ingat dengan pertanyaan yang kuajukan? Ah, mungkin kamu sudah lupa. Ada banyak orang bukan yang bertanya padamu pertanyaan yang sama? Baik. Boleh aku bertanya lagi?

"Menurutmu bahagia itu seperti apa? Kenapa kamu bisa tersenyum saat kegelapan malam seolah mengekangmu? Apa yang membuatmu menerima takdirmu?"


Hai anak kecil. Apa kabar? Tentu aku masih ingat denganmu. Seorang anak yang tertatih dalam menjalani kehidupan. Tapi, aku masih percaya. Ada seberkas sinar harapan dan keberanian di matamu. Tentang pertanyaanmu. Baiklah aku jawab sekali lagi.

" Bahagia adalah ketika kau tak menganggap hidupmu sebagai beban. Kau menjalani kehidupan dengan penuh harapan bahwa semua akan baik baik saja. Meskipun terkadang ombak tak selalu baik kepada karang. Itu menjawab pertanyaan pertama dan ketigamu. Tentang pertanyaan keduamu. Apa aku merasa terkekang? Tentu tidak. Langit malam itu seperti sisi kedua dari mata koin. Dan aku sisi yang lain. Tentu kamu tak akan melihatku tanpa langit malam. Bagaimana? "



Hai purnama. Tapi banyak orang mengiramu terikat dengan langit malam? Apa yang kamu lakukan?

Hai anak kecil. Aku tak perlu menjelaskan pada mereka. Yang perlu kulakukan adalah aku akan tetap bertahan di sini. Di sini adalah sumber kebahagianku. Apa kamu sudah menemukan sumber kebahagiaanmu? Atau kamu belum sepenuhnya menerima takdir hidupmu?

 Hai Purnama. Aku masih mencari jawaban atas pertanyaan ini. Tapi, baiklah. Kamu benar. Hidupku tak akan pernah benar ketika aku tak menerima hidupku sendiri. Dan yang pasti, aku tak akan menemukan kebahagiaanku. Terimakasih atas jawabannya.

Hai anak kecil. Baiklah. Ingatlah, terkadang air memang mengikuti kemana alur sungai itu membawanya. Tapi yakinlah, ada banyak hal yang ia temui selama perjalanannya. Tujuannya hanya satu, Bertemu dengan lautan. Meskipun, terkadang ia harus berputar-putar dalam siklus yang sangat panjang. Ingatlah bahwa kamu akan menemukan definisi kebahagiaanmu sendiri. Meskipun kamu harus mengambil jalanan panjang yang membuatmu lelah dan hampir menyerah.


Tentang kebahagiaan


Hikari
Hat Yai, 28 Desember 2017

Selasa, 05 Desember 2017

Jembatan

Berdiri tegak
Merasakan teriknya sinar matahari
tangisan hujan
dan juga marahnya angin

Aku lihat banyak orang bahagia
Bercengkrama, memikirkan masa depan

Aku lihat banyak orang terburu-buru
Mengejar sesuatu yang tak pasti
Dikejar oleh waktu yang pasti habis

Aku diam, membisu
Tak banyak yang bisa kulakukan.
Apalah aku ini
Hanya jembatan tua yang mencoba berdiri tegak

Hei, kuceritakan padamu
Bahwa ada harapan yang datang padaku.
Pertemuan yang tak terduga
Keterpisahan yang berakhir
Aku bahagia

Temaram

Sunyi.
Deru suara motor yang menggelitik
Langkah kaki yang terus mengayun.
Menapaki jalanan panjang kota yang penuh sesak.

Kamu diam, aku diam
Terperangkap dalam sunyi hening
Kamu berpikir, aku juga berpikir
Kenapa hidup seberat ini

Sunyi.
Temaram.
Langit mulai berubah
Warna jingga mendominasi

Aku berhenti, kamu berhenti
Aku berbicara, kamu mendengarkan
Jawaban yang selama ini dicari
Ternyata mudah saja

Temaram
Sunyi
Angin mulai tak bersahabat
Aku berlari, kamu berlari
Kita pulang
Fatamorgana ini sudah berakhir
Berakhir dalam suatu keadaan temaram

-Hikari-

Jumat, 29 September 2017

Ilusi

Rembulan itu kembali berwajah sendu. Keterpisahan yang selama ini ia takutkan, benar benar ia alami. Rembulan itu kini tak lagi sama. Guratan luka di wajahnya, seolah pertanda. Ada yang terluka di hatinya.
Kemudian, hujan datang padanya. Bertanya, ada apa gerangan. Rembulan bercerita tentang keterpisahannya.
Hujan kemudian tertawa.
"Bukankah pernah kukatakan? Keterpisahan itu hanyalah ilusi ruang dan waktu. Kita tidak benar benar berpisah. Bukankah kita masih hidup di bumi yang sama. Kamu tidak hidup di Mars kan? Ingatlah, kamu tak sendiri. Merasa lelah. Kembali, mengadulah pada Rabb-mu. Jangan sampai keterpisahan ini membuatmu terpisah juga dengan Rabb-mu. "
Ah, benar. Kita tidak benar benar terpisah.


Di Sini Hujan


Di sini hujan.
Tak banyak yang bisa kulakukan. Duduk sambil berhadapan dengan laptop. Kalau ia bisa berbicara, mungkin ia sudah bosan setiap hari bertemu denganku.

Di sini hujan. Aku memang duduk di ruangan. Tapi pikiran ku tak bisa kuajak duduk di sini. Dia mengembara kembali pada saat itu.

Di sini hujan.

- MN-

Di sini juga hujan.
Kamu punya solusi tidak?
Bagaimana aku bisa menikmati hujan turun kalo aku harus hitung brp menit dia gerimis, brp menit dia lebat, dan kapan dia berhenti?

Di sini juga hujan.
Kamu punya solusi tidak?
Hujan turun sebagai anugrah. Meski beberapa manusia memaki makinya marah. Kenapa pula manusia menghitung hitung banyaknya anugrah?

-AEF-

AEF
 
 

Sebaris doa

Sebaris doa itu terucap. Terucap dari sebuah perasaan akibat dari kepasrahan. Tapi, nyatanya sebaris doa itu yang kemudian muncul menjadi nyata.

Aku diam. Semesta sedang berbicara dengan caranya sendiri.
Aku diam. Semesta sedang mengajarkan tentang makna kehidupannya.

Aku diam. Semesta seolah sedang berkata, "inilah hidup. Sekarang, bagaimana kamu menjalaninya?"


Kata

Kata ini seperti terserap. Kalah oleh suara hujan yang tiba tiba turun. Tak apa, kau pernah bilang. Jika tak ada kata yang terucap dari kita, maka biarlah semesta yang mengucapkannya. Baiklah. Aku percaya itu


Akhir

Ini bukan sebuah akhir. Cerita apa yang kamu tulis akan kembali menjadi pertanyaan. Dengan warna apa kamu tulis dan berapa halaman akan jadi pertanyaan juga.
Ya. Kamu bilang, kita hanyalah pemain dalam kehidupan ini. Ya benar. Hanya saja pemain seperti apa?

Menuggu

Menunggu di dalam keheningan. Tak selamanya diam. Nyatanya, doa doa selalu tercurah.

Hening memang, tapi ini lebih baik daripada angin ribut yang merusak. Hingga kemudian, cerita itu berakhir di halaman yang seharusnya.

Tenanglah

Tenang dan diamlah. Biarkan semesta bercerita.
Tenang dan diamlah. Biarkan waktu menunaikan tugasnya.
Tenang dan diamlah. Biarkan hatimu berbicara. Karena selama ini ia terpenjara oleh egomu

Kamis, 17 Agustus 2017

Jalan

Dan sekiranya manusia hanyalah pemain kecil dalam kehidupan. Tak pernah tahu jalan seperti apa yang akan diambil. Di depan sana mungkin terlihat cahaya. Seolah perjalanan itu selesai. Tapi siapa yang tahu? Bisa saja ada belokan atau jalan lain yang harus dilalui?
Lagi-lagi ini adalah ilusi antara imajinasi serta ruang dan waktu.
Menatap kembali bulan yang seolah mengerti, ada hal yang harus dipikirkan.

Selasa, 15 Agustus 2017

Ame

Ame

Di suatu tempat pada suatu siang, terdengar percakapan dua orang.

"Langit cerah tapi hujan turun?"
"Tahu kenapa?"
"Sudahlah, aku tak mau mendengar cerita ilmiah mu itu?"
"Haha, tidak tidak. Aku tak berniat menceritakan itu. 😊"
"Lalu kenapa? Teori lain?"
"Entah, aku tak mau menyebutnya dengan teori."
"So? Kamu selalu membuatku menerka nerka."
"Haha, hanya saja aku hanya berpikir bahwa langit terkadang sama dengan manusia."
"Kenapa?"
"Langit menyembunyikan bebannya dari bumi, padahal ia tahu, sebagian bebannya itu dari bumi. Tapi ia terus menahannya, hingga tanpa sadar jatuh begitu saja. Manusia juga, sadar atau tak sadar kita memberikan suatu hal yang mungkin terasa berat bagi orang lain, tapi orang itu tak mau mengatakannya. Hingga ia jatuh tanpa sadar. Entahlah."
" Ehm.. aku tak tahu apa itu benar atau tidak. Tapi kurasa, kau sedang terguncang sepertinya 😆"
" Haha, maybe. Wanna dance in the rain?"

Dan hujan tetap turun saat langit cerah

Cermin

Aku diam, kamu diam, dia diam, mereka diam. Seperti keheningan yang tak berujung.

Aku tertawa, kamu tertawa, dia tertawa, mereka tertawa. Ringan seperti kapas yang jatuh.

Aku menangis, kamu menangis, dia menangis, mereka menangis. Mengalir begitu saja seperti sungai menuruni bukit.

Aku tersenyum, kamu tersenyum, dia tersenyum, mereka tersenyum. Damai, seperti petrichor yang muncul ketika hujan.

Andai saja, ini bukan ilusi dari cermin yang tak lagi bening. Atau pantulan air yang entah di dalamnya tersimpan rahasia seperti apa.


Senin, 14 Agustus 2017

Waktu

Aku di sini.
Tenggelam dalam pusaran waktu
Kereta kehidupan perlahan menjauh
Tak ku sangka, aku masih di sini

Aku di sini
Terperangkap dalam cengkraman pesona senja
Tak ku sangka, aku terhipnotis selama ini

Aku di sini
Menunggu sebuah ketidakmungkinan
Tak ku sangka aku sebodoh ini

Aku di sini
Di sini dalam siklus waktu yang sama
Dan waktu sepertinya sedang tak ingin bertemu

Senin, 20 Februari 2017

Senyuman

Tersenyum.
Jangan tersenyum. Untuk apa? Membohongi dunia bahwa dirimu baik baik saja? Membohongi diri sendiri bahwa semua berjalan dengan baik?

Tersenyumlah. Untuk apa? Mencoba meyakinkan diri sendiri. Mencoba mengubah prasangka?

Bukan. Bukan itu yang ku maksud.
Aku memang terluka. Tapi, tak ada alasan bagiku untuk tersenyum bukan?
Apa hak mu?

Bukan. Bukan itu.
semuanya tak baik baik saja. Tapi, boleh aku tersenyum agar aku tahu apa yang harus kulakukan?

Tersenyumlah. Agar setidaknya, kamu tahu, kamu tidak sendiri.

Selasa, 17 Januari 2017

Bukan tentang

Bukan tentang A, B, atau C. Tapi tentang sebuah kejujuran.

Bukan tentang apa yang kita dapatkan, tapi tentang apa yang kita perjuangkan

Bukan tentang antara cinta atau benci tapi tentang komitmen dan prinsip

Dan bukan tentang kesenangan dunia, tapi tentang kehidupan setelah kematian